Manusia merupakan komponen yang penting dalam kehidupan di dunia. Mengapa demikian disebut penting? Karena segala sesuatunya tergantung pada manusia itu sendiri, mulai penciptaan dan pelakunya itu oleh manusia untuk manusia itu sendiri dan juga dari manusia, maka dari itu komponen inilah yang berpengaruh besar dalam perkembangan dunia. Berbicara tentang perkembangan dunia memang tak asing lagi dengan hal yang sedang dirasakan saat ini atau biasa disebut dengan globalisasi.

Mister George Ritzer mengungkapkan perkembangan tersebut diantaranya dalam bidang komunikasi. Seperti ilustrasi yaang dipaparkan dalam sebuah Film Wall-E (Waste Allocation Load Lifter Earth-Class). Lalu bagaimanakah pengaplikasian dari Learning the Future dalam film Wall-E? Sejenak kita mengingat kembali sebuah film yang disutradarai oleh Andrea Stanton tahun 2008 mengisahkan tentang masa depan bumi dan robot yang ditugaskan untuk membersihkan sampah hasil produksi pribumi bersama dengan si kecoa, sedangkan manusia itu sendiri telah meninggalkan tempat tersebut dan berpindah ke planet berteknologi canggih. Dalam kutipan sinopsis cerita tersebut dapat kita bayangkan bagaimana masa depan bumi di tahun yang akan datang. Mari kita relasikan dengan pembelajaran yang dapat menunjang pengaruh yang akan ditimbulkan dan rasakan masyarakat dunia di sekitar tahun 2045 ke depan.

Pertama, kehidupan yang serba otomatis ini didukung teknologi tinggi membuat seluruhnya bergantungan pada teknologi. Hal ini dapat dikatakan sebagai ketakutan dunia, karena dari situlah semua makhluk di dunia akan cenderung bergantung pada kecanggihan teknologi. Di kancah dunia pendidikan saja misalnya, di dalam sistem pembelajaran itu sendiri semua akan dilaksanakan oleh teknologi jadi entah itu materi, media, pengaplikasian tugas segalanya diatur oleh yang namanya teknologi, manusia hanya cukup duduk di atas kursi otomatis dengan sepasang mata yang terpacu pada satu layar penunjuk kehidupan. Betapa mirisnya dunia kita hal itu benar terjadi di dunia ini. Maka, tidak akan ada istilah kompetisi belajar, tantang belajar dan parahnya tak ada pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini mengingat pada cuplikan pembahasan dari sebuah buku Maklumat Sastra Profetik perihal Behaviorism yang memuat tentang masyarakat massa dan budaya massa. Di setiap perubahan yang terjadi tak akan ada respon dari manusia karena semua yang terjadi akan diatur oleh sistem canggih.

Kedua, bagaimana keadaan partisipan didik? Tak perlu jauh jauh ke tahun 2045 mendatang, kita dapat menengok kondisi saat ini saja bagaimaana dampak yang dirasakan misalkan saja saat ini anak balita saja sudah dapat mengoperasikan yang namanya Handphone, bahkan sudah dapat memainkan sejumlah permainaan, bagaimanakah dengan kondisi akademik? Hal itu sudah tak penting lagi karena mereka berfikir bukan kejujuran lagi yang di perhitungkan dalam dunia pendidikan melainkan sebuah nilai jadi hal itu sudah tak berpengaruh lagi bagi masa depan mereka. Untuk partisipan didik di jenjang pertama dan atas saja saat ini sudah mulai teracuni oleh dunia teknologi dan dampaknya pun banyak cybercrime dan hacker guna mengejar sebuah nilai tersebut. Kondisi manusia di tahun 2045 diperkirakan akan mengalami kebodohan masal, mata rusak bahkan obesitas, mengapa demikian? Kebodohan yang timbul akibat tak adanya usaha berfikir yang hanya memanfaatkan kecanggihan teknologi, teknologi yang diantaranya layar penunjuk kehidupan yang akan memaksa mata untuk selalu menatap karena semua kehidupannya telah diatur di dalamnya yang mengakibatkan mau tak mau menuntut mata untuk selalu menatap layar tersebut yang berakibat mata minus, kecanggihan tersebut mengakibatkan manusia untuk malas dalam bergerak bahkan sekedar berdiri pun rasanya sangat berat hal ini mengakibatkan lemak lemak dalam tubuh enggan terbakar akhirnya menumpuk dan menimbulkan obesitas akut, hal inilah pola gaya hidup yang tidak sehat.

Ketiga, siapakah disebelah kita? Apatis, egois, dan tak mengenal siapapun. Mereka tak pernah tau siapapun yang berada di samping kita, ketika teknologi membutakan mata membuat yang dekat menjadi jauh dan yang jauh membuat lebih jauh lagi. Kita tak pernah mengerti istilah toleransi, gotong royong, bertatap muka, sekadar sapa menyapapun menjadi hal yang sangat mustahil. Siapakah saudara kita, teman kita, bahkan keluarga kita? Hal itu menjadi masa bodoh, Maka dari itu meski sebuah perkembangan teknologi itu pasti akan terjadi dan kita rasakan segala dampaknya, setidaknya kita bisa menyiapkan apa yang perlu dipersiapkan, diperbaiki, dikurangi, bahkan dihilangkan semua kebiasaan buruk yang membuat dunia akan menjadi budak teknologi. Salah satunya membangun sebuah Quality Time untuk hubungan yang baik pada dasarnya manusia makhluk sosial dan kecerdasan sesungguhnyalah yang dicari dunia untuk mengantisipasi kejadian di masa depan.